SHARE

Foto: Antara

Total mereka menaklukkan tiga tim Inggris yang diasuh tiga pelatih dengan dua mazhab sepakbola modern yang membuat mereka mendominasi Liga Inggris dan arena-arena lain, serta menjadi kiblat sepakbola menyerang se-Eropa saat ini.

Pelatih mereka, Carlo Ancelotti, tidak memiliki filosofi pasti dalam cara bola dikelola di lapangan hijau, tapi kelenturan taktiknya ampuh meredam tim-tim berfilosofi pasti.

Ancelotti membuat gegenpressisng dan sepakbola heavy metal yang dihunus Juergen Klopp dan Thomas Tuchel di Liverpool dan Chelsea tidak efektif menjungkalkan mereka.

Tidak itu saja, pragmatisme Ancelotti membuat juego de posicion-nya Pep Guardiola di Manchester City belum cukup menjadi jaminan untuk menaklukkan Si Raja Eropa.

Gabungan tradisi memainkan pertandingan level puncak --final 28 Mei tadi itu adalah final ke-17 Real Madrid dalam Liga Champions/Piala Eropa-- dan pelatih yang piawai memoles tim dan tahu pasti strategi apa yang mesti diterapkan sebuah tim kala menghadapi tim-tim berbeda, adalah kunci terbesar di balik sukses Real Madrid.

Ancelotti sungguh ahli dalam memilih strategi mana yang cocok untuk sebuah pertandingan. Tak seperti Klopp atau Guardiola, dia tak terpaku kepada satu formasi pasti atau bahkan tak menganut filosofi tertentu. Sebaliknya dia selalu beradaptasi.

Di AC Milan dari 2001 sampai 2009 dia mengadopsi formasi berlian. Selama dua tahun bersama PSG pada 2011-2013, pola 4-3-3-lah yang dia kerahkan.

Sementara selama hampir satu tahun di Napoli sampai Desember 2019, dia memasang 4-4-2. Lain lagi dengan sepanjang periode kepelatihan pertamanya di Madrid dari Juni 2013 sampai Mei 2015 ketika dia lebih menyukai 4-2-3-1.

Halaman :