SHARE

Diskusi lintas generasi Laskar Si-Do Bantala

CARAPANDANG.COM -  Perayaan Natal dan Tahun Baru kali ini, sangat jauh berbeda dengan tahun- tahun sebelumnya. Dimana kebiasaan mengunjungi keluarga dan kerabat, berjabatan tangan dan mengucapkan permohonan maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan sepanjang tahun 2020, serta mengucapkan salam damai Natal dan Bahagia Tahun Baru, tidak lagi dilaksanakan seperti biasanya.

Demikian juga perayaan ibadah hari raya di gereja, umat  diwajibkan agar  tetap memperhatikan protokol kesehatan demi mencegah penularan  wabah Covid-19. 

Pemandangan baru selama masa Pandemi Covid-19, yaitu di depan gereja disediakan tangki- tangki air cuci tangan, cairan handsanitizer, insektisida, serta umat yang datang ke gereja tak lupa mengenakan masker. Aturan duduk dalam gereja juga diatur jaraknya, meskipun desa Lewotala dan Paroki Lewotala adalah zona hijau atau masih bebas dari virus corona. 

Kendati demikian, suasana Natal dan Tahun baru tetap terasa. Pohon-pohon Natal yang dibaluti lampu kerlap-kerlip terlihat menghiasi beberapa titik kampung ini. Mulai dari pohon Natal dari sabuk kelapa, pohon Natal dari akar gantung pohon beringin, dan dari bambu, begitu mempesona. Ini kreasi anak-anak muda.

Pastor Paroki Lewotala, Pater Very CSsR mengatakan, selama dirinya menjadi pastor Paroki dan ada di tengah- tengah umat Paroki selama tiga tahun, tahun 2020 adalah tahun dengan suasana Natal yang penuh warna.

“Ketika orang muda menampilkan karya- karya hebatnya, maka Lewotala terlihat begitu molek. Dan tahun ini, adalah tahun dengan suasana Natal terindah, pohon- pohon Natalnya yang semuanya dari bahan alami, serta dekorasi dan penataan lampu di dalam gereja sangat indah,” ungkapnya, Jumat (1/1) 

Dalam homiliya pada perayaan ekaristi di malam penutupan tahun 2020, ia mengatakan, ketika anak muda terlibat dalam koor, dan menyiapkan liturgy, kita sebagai orang tua, ibarat diajak untuk kembali muda seperti mereka, kembali dalam semangat orang muda. 

“Ketika Organisasi Taruna Gasarki menanggung koor malam Natal, Suara merdu mereka mencabik daging, dan menghancurkan tulang, dan malam ini ketika  Laskar SI-DO alias LASIDO membawakan koor, suara indah mereka menusuk hati, dan menggigit jantung. Secara tidak langsung kedua organisasi kepemudaan ini ibarat mengajak kita untuk mati dan hidup kembali dengan membawa semangat baru, yaitu semangat jiwa muda,” ujar Pastor Paroki Lewotala. 

Kebiasaan orang muda dimanapun itu dan khususnya di wilayah Lewotala, pasti merayakan Natal dan Penutupan Tahun dengan berpesta,  pawai kendaraan motor, yang menimbulkan keresahan bagi orang tua mereka, dan masyarakat pada umumnya. Mengatasi hal ini, organisasi kepemudaan Laskar SI-DO, mengkreasikan sebuah acara diskusi lintas generasi, dan bukan hanya acara pesta semata, atau mabuk-mabukan di momen pergantian tahun. 

Menurut Jef Tukan selaku Ketua Laskar SI-DO, acara ini sengaja dibuat, untuk mengurangi kebiasaan konvoi kendaraan, hingga menimbulkan kecelakaan lalu lintas, mabuk-mabukan, dan kriminalitas di dalam wilayah desa Lewotala Kecamatan Lewolema Kabupaten Flores Timur, NTT. 

“Warna acara ini adalah diskusi dan sharing pengalaman dari para senior kita, orang muda tahun 70-an, sampai dengan angkatan kita saat ini. Nanti kita minta orang muda senior untuk menceritakan pengalamannya ketika mereka terlibat dalam kegiatan kepemudaan pada masa mereka, tantangan apa yang mereka hadapi dalam komunitas orang muda, dan apa solusi mengatasi tantangan itu, serta harapan mereka terhadap orang muda masa yang akan datang,” jelasnya. 

Dalam kegiatan ini, hadir pula beberapa tokoh penting di desa, sebagai bukti dukungan dari semua pihak, dalam meminimalisir kebiasaan- kebiasaan orang muda yang meresahkan masyarakat ini. Tokoh- tokoh tersebut antara lain, Bapak Emanuel Enga Tukan, S.P, anggota DPRD Kab. Flotim yang juga merupakan putera asli Lewotala, Kepala Desa dan Sekretaris, Ketua BPD, dan beberapa tokoh masyarakat dan tokoh pemuda desa Lewotala. 

Ketua panitia Pelaksana kegiatan diskusi, Stiwen Liwun mengaku bangga, atas partisipasi yang sekaligus menjadi bentuk dukungan atas langkah kecil, Laskar SI-DO dalam meminimalisir kebiasaan- kebiasaan orang muda dalam menyambut hari raya besar keagamaan ini. 

“Kami sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelenggarakan acara ini, dengan menyediakan semua peralatan standar pencegahan Covid-19, mulai dari tempat cuci tangan air mengalir, Handsanitizer, Insektisida, thermogun, dan buku tamu untuk mendata semua tetamu kita, serta menanyakan riwayat bepergiannya selama seminggu ini, dan puji Tuhan, mereka tetap mematuhi protokol kesehatan, dan mudah- mudahan berkat terselenggaranya kegiatan ini, kita dapat memetik hikma dari padanya,”  paparnya.

Kegiatan diskusi yang berlangsung sekitar 2 jam lebih ini, memberikan begitu banyak kisah inspiratif dan solusi dalam mengatasi masalah orang muda, serta motifasi bagi orang muda Laskar SI-DO. 

Rape Liwun Cyprianus,  kepala desa Lewotala, menuturkan pengalamannya semenjak berada di bangku pendidikan Sekolah Dasar, yang pada waktu itu, belum mengenal seragam sekolah, belum mengenal buku dan pensil, namun media yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah batu tulis. Yang mana ketika Guru memberikan rangkuman materi pembelajaran siswa diwajibkan menulis dan langsung menghafalnya, karena ketika tulisan pada batu itu telah penuh maka harus dihapus agar bisa ditulis lagi. 

Hal serupa juga disampaikan oleh Emanuel Enga Tukan, anggota DPRD Kabupaten Flores Timur, yang juga seumuran dengan Kepala Desa Lewotala, beliau menambahkan bahwa masa sekolahnya mereka di Sekolah Dasar, siswa hanya menggunakan selembar kain tenun sebagai pengganti celana, dan tanpa baju. 

“Untuk seragam sekolah, kami hanya mengenakan sehelai kain tenun (siwok, dalam bahasa lokal), yang ditenun oleh Mama, karena pada masa itu, kami belum mengenal celana dan baju seragam,” ujarnya. 

Kedua tokoh ini mengatakan, bahwa dulu tahun 70an, orang muda sangat kompak Dalam kegiatan apapun itu di desa. Namun, kebanyakan menghabiskan waktu mudanya untuk berladang. 

Di era 80an, Fabianus Liwun, dan Gabriel Kelen, dan Nikolaus Tukan menuturkan, bahwa pada masa itu komunitas orang muda semakin aktif dan kreatif dalam menjalin persahabatan dengan orang- orang muda dari desa lain, dengan cara melakukan kegiatan kunjungan persahabatan (live-in), yang dibarengi dengan pertandingan sepak bola dan bola voley. “kami dulu, sering mengadakan kegiatan kunjungan persahabatan ke dusun lain dalam wilayah desa, dan ke desa-desa di wilayah Flores Timur daratan. Sehingga jarang sekali yang namanya tawuran antar anak muda. Karena kami sudah terlebih dahulu saling kenal dan sudah sangat akrab,” kata Fabianus Liwun. 

Di era 90an, Silvester Petara Hurit, seorang pengamat seni pertunjukan dan seorang tokoh pemerhati budaya Lewotala, menyampaikan spirit kepada komunitas Laskar SI-DO, Bahwa sesungguhnya orang muda lebih peka, dan cepat merespon setiap kegiatan di desa ini. 

Ia menegaskan, sebagai generasi penerus semestinya orang muda harus betul- betul mempersiapkan diri, agar ketika roda regenerasi itu tibah, orang muda telah siap. Beliau menambahkan, bahwa pada dasarnya orang Lewotala itu punya power, orang Lewotala pada dasarnya adalah orang yang ramah. 

“Kita orang Lewotala ini, sebenarnya orang yang ramah, penuh kewibawaan. Maka pertahankan itu. Jangan karena adik- adik terkontaminasi dengan pergaulan di luar sana, lalu mengubah perilakumu, seolah- olah bahwa kalian bukan orang Lewotala, jangan,” tegasnya. 

Di era 2000an, Paulus Kelen yang adalah sekretaris desa Lewotala, menekankan pada pergaulan, dan hubungan kekerabatan. Mantan Ketua OMK Paroki Lewotala ini mengatakan, bahwa orang muda saat ini, sudah mengesampingkan hukum adat dan tradisi Lewotala dalam hal sistem pernikahan tiga tungku. 

"Orang muda kita sepertinya sudah tidak peduli lagi dengan istilah Ikan-Ayam atau dalam bahasa adat Opu- Belake, ini adalah tantangan, maka pemerintahan desa perlu bekerja sama dengan tokoh adat, dalam mencari solusi mengatasi permasalahan ini," tandasnya 

Hal tersebut dijawab oleh  Stef Suban Hekin, yang adalah Ketua Dewan Penasihat Organisasi Laskar SI-DO, beliau mengatakan perlu ada penegasan berupa peraturan desa, dan atau aturan- aturan dalam organisasi kepemudaan, agar dapat memberi batasan tentang hubungan kekerabatan dalam hal ini urusan kawin- mawin. 

Stef Suban Hekin juga mensharing pengalaman hidup berorganisasi, semenjak SMA hingga lulus dari Perguruan Tinggi. Mantan Ketua OMK dan Karang Taruna Lewotala periode 2013-2014, Menagatakan, bahwa organisasi kepemudaan di tingkat desa perlu ada dan wajib mendapat dukungan dari berbagai kalangan. 

"Karena dengan adanya wadah yang menampung seluruh orang muda, dari berbagai latar belakang keluarga dan latar  belakang pendidikan yang berbeda ini, dapat digunakan sebagai wadah untuk orang muda menemukan jati diri mereka, selain itu organisasi kepemudaan dapat menjadi tempat untuk melatih mental, melatih dan memperkuat kreativitas orang mudah dalam menciptakan dan memunculkan ide dan gagasan baru," tutur Stef. 

Orang muda kita, tambahnya, adalah anak- anak baik, anak-anak yang punya kompetensi pribadi, maka sebagai orang tua atau orang yang dituahkan, baiklah kita mendidik dan membina mereka dengan penuh kasih sayang. Agar mereka merasa bahwa mereka tidak dipojokan, ketika mereka melakukan kesalahan, maka tegurlah mereka dengan penuh kasih sayang ujarnya. 

Diakhir kegiatan diskusi, Robert Kelen menyampaikan beberapa kegelisahannya tentang anak muda masa yang akan datang. Beliau berpesan kepada Pemerintahan desa Lewotala, agar lebih mempertegas peraturan desa tentang permainan kartu yang sedikit menjurus ke perjudian. Menurutnya, jika hal ini dibiarkan maka orang muda kita bisa terlibat dalam praktek- praktek ini. Karena mulanya hanya menonton, lalu mencoba, dan akhirnya terbiasa, hingga kecanduan. Nah, efeknya pasti KDRT.  

“Akhir- akhir ini, nilai gemohing (gotong- royong) ketika ada kedukaan atau kematian di desa ini semakin merosot. Saya bangga sebagai orang muda, yang ketika ada kedukaan, kami selalu siap untuk bekerjasama, mengatur kelancaran jalannya proses penguburan jenasah. Mulai dari menggali kubur, dan mempersiapkan segala sesuatunya. Namun momen ini, kadang dipakai oleh senior- senior kita yang memang hanya berhadapan dengan permainan kartu, dengan memperebutkan taruhan (uang),”ujarnya. 

Tags
SHARE